Petisi Brawijaya, Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI-P, Yulius Setiarto, menghadapi sidang etik di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Selasa (3/12/2024), setelah mengunggah konten di media sosial yang menuduh adanya pengerahan aparat kepolisian, atau yang disebut “Parcok”, dalam Pilkada 2024.
Berdasarkan Isu yang beredar di media, “Partai Cokelat” alias Parcok sendiri merupakan istilah yang merujuk pada oknum polisi, ini berdasarkan warna baju dinas kepolisian berwarna cokelat, yang bergerak untuk memenangkan kandidat tertentu di Pilkada 2024.
Dalam kesempatan tersebut, MKD sempat memborondong berbagai pertanyaan kepada Yulius untuk menelusuri maksud dan tujuan membuat pertanyaan yang berpotensi menimbulkan kegaduhan.
Yulius pun mengungkapkan bahwa tujuan unggahannya tersebut adalah untuk mendapatkan kejelasan dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait tudingan investigasi media massa yang menyebut adanya keterlibatan aparat penegak hukum, mengingat Pilkada tinggal dua hari saat ia membuat konten tersebut.
Selain itu, MKD juga mempertanyakan dari mana sumber data maupun informasi yang didapat Yulius untuk membuat narasi tersebut. Sebab, dikhawatirkan pernyataan yang disampaikan mengarah fitnah.
Yulius lantas menjelaskan, alasan dirinya membuat konten tersebut terinspirasi dari informasi yang didapat dari konten Bocor Alus Tempo. Sebagai orang yang peduli dan cinta terhadap kepolisian, ia menginginkan agar jika netralitas pilkada dijaga, Kapolri meluruskan narasi miring yang beredar.
Majelis pun beberapa kali menegaskan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat rapat bersama DPR sering kali memastikan bahwa pilkada netral.
Namun Menurut Yulius, klarifikasi yang disampaikan Kapolri selama ini belum cukup. Karena praktiknya di lapangan masih ditemukan informasi mengenai dugaan keterlibatan aparat kepolisian dalam Pilkada 2024.
“Bagi saya itu belum cukup. Karena apa yang diulas dalam Tempo Bocor Alus dan masuk dalam Tempo digital dan Tempo cetak, itu ceritanya masih seperti itu. Ada data mengenai waktu, tempat dan sebagainya yang sebenarnya itu bisa diklarifikasi,” ujarnya.
Meskipun demikian, MKD memutuskan bahwa Yulius melanggar kode etik dan memberikan sanksi teguran tertulis kepadanya.
Diketahui, Yulius dilaporkan ke MKD soal unggahannya di media sosial yang menyebut ada pengerahan partai coklat (parcok) pada pilkada.
Sebelum memanggil Yulius, MKD DPR RI membenarkan bahwa pihaknya menerima laporan terkait pernyataan Yulius yang menyinggung partai coklat.
“Dilaporkan oleh seseorang karena berbicara ke publik di media sosial yang mengatakan ada kecurangan yang dilakukan oleh parcok. Konon disebut sebagai partai coklat,” ujar Wakil Ketua MKD DPR RI, TB Hasanuddin di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin kemarin.
Pelapor atau pengadu dalam kasus ini adalah seorang bernama Ali Hakim Lubis yang juga anggota DPRD dari Fraksi Partai Gerindra.