Petisi Brawijaya, Jakarta – Eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, melaporkan perusahaan properti, Agung Sedayu Group ke KPK terkait dengan skandal pagar laut.
Samad turut ditemani oleh beberapa pihak seperti mantan Sekretaris BUMN, Said Didu, hingga Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Muhammadiyah.
Dia mengungkapkan laporan ini langsung diterima oleh Ketua KPK, Setyo Budiyanto dan wakil, Fitroh Rohcahyanto serta Ibnu Basuki Widodo.
“Kebetulan kita membawa juga laporan dari teman-teman koalisi yaitu dugaan korupsi yang terjadi di Proyek Strategis Nasional PIK 2, diduga kuat dilakukan oleh Agung Sedayu Group dan anak perusahaannya. Oleh karena itu, kita meminta supaya KPK tidak usah khawatir memanggil orang yang merasa dirinya kuat selama ini, yaitu Aguan ” katanya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (31/1/2025).
Samad meyakini adanya kongkalikong yang merujuk kepada tindakan korupsi dari penerbitan sertifikat hak milik (SHM) dan hak guna bangunan (HGB) yang dikantongi Aguan. Pasalnya, imbuh Samad, penerbitan tersebut dinilai sangat cepat. KPK diharap menindaklanjuti aduan itu dengan memanggil pengusaha tersebut.
“Karena nama ini seolah-olah diciptakan mitos bahwa dia tidak tersentuh oleh hukum. Oleh karena itu kita ingin mendorong KPK supaya orang ini segera diperiksa,” ujar Samad.
KPK diharap tidak gentar untuk memanggil Aguan demi menindaklanjuti laporan yang sudah masuk. Sebab, kata Samad, semua orang di Indonesia memiliki kedudukan yang sama di mata hukum.
“Tidak boleh ada seseorang secara individu mengatur negara ini. Tidak boleh ada seseorang secara individu mengatur Presiden,” ucap Samad.
Samad menilai pagar laut di wilayah Tangerang, Banten, berkaitan dengan proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2. Aguan diyakini bisa dijadikan pemancing untuk membongkar praktik kotor yang dilakukan pejabat dalam penerbitan sertifikat pagar laut.
“Yang jelas kita melaporkan proyeknya ya, proyek strategis nasionalnya. Kemudian juga kita melaporkan tentang ada dugaan kuat terjadi suap menyuap gratifikasi di dalam penerbitan sertifikat di atas laut,” kata Samad.
Menurut Samad, ada kerugian negara dalam pemagaran laut bersertifikat itu. Sebab, kekayaan laut diklaim untuk dinikmati pihak tertentu.
“Kita bisa melihat bahwa disitu ada kerugian negara sebenarnya ya. Pasal dua, kerugian negara. Oleh karena itu, ini menjadi kewenangan KPK. Dan kita sudah sampaikan langsung kepada pimpinan KPK,” terang Samad.
Dalam laporannya, Samad mengaku menyertakan sejumlah bukti. Berkas yang dibawa dilihat langsung oleh para komisioner Lembaga Antirasuah, salah satunya Ketua KPK Setyo Budiyanto.
“Data-data yang kita punya cukup banyak, kita sudah collect dalam satu sistem. Sehingga begitu dibutuhkan, kita bisa langsung mendistribusikan kepada KPK untuk membantu KPK melakukan penyelidikan lebih cepat,” ujar Samad.
KPK juga diyakini tidak cuma menjadi penonton dalam skandal pagar laut ini. Sebab, kata Samad, kejanggalannya terang benderang.
“Tapi kami yakin juga bahwa KPK juga pasti punya data yang cukup untuk melakukan yang namanya pulbaket (pengumpulan bahan keterangan),” tutur Samad.
Samad juga mendesak agar KPK memanggil penyelenggara negara yang diduga terlibat korupsi dalam PSN PIK 2 seperti dari pihak kementerian hingga pemerintah daerah.
Laporan Dugaan Korupsi PIK 2 Bisa Buka Kasus Lain
Pada kesempatan yang sama, Said Didu menilai penyelidikan dugaan korupsi dalam PSN PIK 2 bisa menjadi pintu masuk untuk mengungkap kasus rasuah lainnya.
“(Kasus dugaan korupsi) PIK 2 itu adalah puncak gunung es yang sejatinya kehilangan aset negara yang diserahkan kepada pihak swasta lewat kekuasaan yang melebihi kewenangan,” jelasnya.
Said menyebut telah meminta KPK untuk menghitung kerugian yang dialami wilayah yang terdampak dari pembangunan PIK.
Dia mengatakan perlunya KPK untuk menyelidiki apakah ada ganti rugi dari Agung Sedayu Group kepada negara usai diresmikannya pembangunan PIK 2.
“Tadi saya meminta kepada KPK, sederhana melihat, berapa jalan, berapa pantai, berapa irigasi, yang sudah diambil alih oleh PIK 2 apakah ada ganti ruginya kepada negara atau hilang begitu saja karena sudah ada berapa kecamatan habis,” tegasnya.
Said Didu menduga adanya rekayasa dalam pembangunan PSN PIK 2 yang diputuskan oleh Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Dia menilai Jokowi ikut andil dalam rekayasa tersebut ketika menjadikan PIK 2 sebagai PSN. Menurutnya, dijadikannya PIK 2 sebagai PSN dan menunjuk Agung Sedayu Group sebagai pengembang proyek juga demi menguntungkan Jokowi.
“Di akhir jabatan Jokowi, menerbitkan PSN PIK 2. Jadi sangat susah dibantah bahwa pusat kekuasaan, pengendali Jokowi adalah PIK 2.”
“Kita berharap KPK fokus saja dengan jalan sederhana saja dengan mengecek aset negara yang diambil,” tuturnya.