Petisi Brawijaya, Jakarta – Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya menjelaskan penundaan pelantikan kepala daerah demi prinsip kesetaraan. Dikutip dari laman Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB), pelantikan kepala daerah awalnya dijadwalkan dilaksanakan pada Kamis, 6 Februari 2025. Kepala daerah yang terpilih tersebut nantinya akan dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Namun, dikarenakan beberapa daerah lainnya masih dalam proses sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga jadwal pelantikan kepala daerah diundur dari jadwal yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan pelantikan kepala daerah terpilih hasil pemilihan kepala daerah serentak 2024 batal digelar pada 6 Februari 2025.
Tito menjelaskan bahwa alasan penundaan pelantikan tersebut karena Mahkamah Konstitusi (MK) memajukan jadwal pembacaan putusan sela atau dismissal permohonan sengketa perselisihan hasil pemilihan kepala daerah 2024. Karena itu, pemerintah menunggu pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi terlebih dahulu.
Untuk diketahui, putusan dismissal sengketa Pilkada Serentak 2024 di MK akan dilaksanakan pada 4-5 Februari 2025.
“Kami hitung kira-kira memerlukan waktu 12 hari lah, 12 hari dari tanggal 5 atau tanggal 6 (Februari),” kata Tito saat ditemui di Gedung MK, Jakarta, Jumat (31/1/2025).
Waktu 12 hari ini, kata Tito, tak jauh berbeda dari rencana awal pelantikan kepala daerah pada 6 Februari 2025. Sebab itu, dia meminta kepada kepala daerah terpilih yang tak berperkara di MK untuk lebih bersabar menyambut pelantikan mereka.
“Ya sabar sedikit teman-teman, sabar sedikit, saya ada beberapa yang telepon, sudah lah nyantai dulu sebentar, ini biar serempak semua, ada keserempakan yang besar dan cukup 1 kali,” ucapnya.
Ia mengatakan pemerintah berencana menggabung jadwal pelantikan kepala daerah terpilih yang kemenangannya tidak digugat ke Mahkamah Konstitusi dengan kepala daerah yang kemenangannya digugat ke Mahkamah Konstitusi, tapi perkaranya tidak dilanjutkan atau ditolak lewat putusan sela. Penggabungan ini dilakukan dengan alasan efisiensi.
Menurut Tito, pemerintah awalnya hendak menggelar pelantikan tahap kedua bagi kepala daerah terpilih yang gugatan atas kemenangannya ditolak MK lewat putusan sela atau tidak berlanjut ke tahap pemeriksaan saksi-saksi. Namun, Presiden Prabowo Subianto meminta agar pelantikan tahap pertama dan kedua tersebut digabung jadi satu.