Menu

Dark Mode
Prabowo Bentuk Koperasi Desa Merah Putih di 70 Ribu Desa, Anggarannya dari Dana Desa PHK Massal Melanda, Apindo: Indonesia Sedang Tidak Baik-Baik Saja Banjir Rendam Perumahan di Bekasi, Ketinggian Air Capai 4 Meter Ketinggian Banjir Luapan Ciliwung di Jaksel dan Jaktim Berangsur Surut Kejagung Sebut Kerugian Rp193,7 Triliun Korupsi Pertamina hanya Hitungan untuk Tahun 2023, Negara Berpotensi Rugi Rp 1 Kuadriliun Jika Diakumulasi Selama Lima Tahun Pemprov Jakarta Akan Terapkan Work From Anywhere H-7 Jelang Libur Lebaran untuk Kurangi Kemacetan Mudik

Ekonomi

Kejagung Sebut Kerugian Rp193,7 Triliun Korupsi Pertamina hanya Hitungan untuk Tahun 2023, Negara Berpotensi Rugi Rp 1 Kuadriliun Jika Diakumulasi Selama Lima Tahun

badge-check


					Kejagung menetapkan sejumlah tersangka di Pertamina yang menyebabkan kerugian negara. (Foto: Istimewa) Perbesar

Kejagung menetapkan sejumlah tersangka di Pertamina yang menyebabkan kerugian negara. (Foto: Istimewa)

Petisi Brawijaya, Jakarta – Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyebutkan masih melakukan penghitungan secara menyeluruh soal kerugian negara atas kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, subholding, dan KKKS tahun 2018-2023.

“Soal kerugian. Nah, di beberapa media kita sampaikan bahwa yang dihitung sementara, kemarin yang sudah disampaikan di rilis, itu Rp193,7 triliun. Itu tahun 2023. Makanya kita sampaikan, secara logika hukum, logika awam, kalau modusnya itu sama, ya berarti kan bisa dihitung, berarti kemungkinan lebih,” kata Harli dikutip pada Senin, (3/3/2025).

Harli menjelaskan perhitungan kerugian Rp193,7 triliun di 2023 berasal dari lima skema utama:

-Ekspor minyak mentah ilegal – Rp35 triliun
-Impor minyak mentah melalui broker – Rp2,7 triliun
-Impor bahan bakar minyak (BBM) melalui broker – Rp9 triliun
-Kompensasi BBM yang tidak sesuai prosedur – Rp126 triliun
-Subsidi BBM yang tidak tepat sasaran – Rp21 triliun

Jika pola ini terjadi sejak 2018, nilai kerugian selama lima tahun bisa lebih besar dari Rp193,7 triliun per tahun.

“Jadi, coba dibayangkan, ini kan tempus-nya 2018-2023. Kalau sekiranya dirata-rata di angka itu setiap tahun, bisa kita bayangkan sebesar apa kerugian negara,” ujarnya.

Meski demikian, Kejagung menegaskan bahwa angka final mengenai kerugian negara dalam kasus tersebut perlu dicek. Misalnya, apakah kompensasi tersebut berlaku setiap tahun, apakah subsidi nilainya tetap per tahun, dan sebagainya.

“Tetapi kan kita sampaikan bahwa tentu ahli keuanganlah yang akan menghitungnya berapa besar nanti kerugian itu,” katanya.

Hingga kini, Kejagung terus melakukan pendalaman pada kasus dugaan korupsi di Pertamina Patra Niaga terkait tata kelola minyak mentah tersebut.

Jumlah tersangka pun terus bertambah dari yang awalnya ditetapkan tujuh orang, terkini, Kejagung telah menetapkan dua tersangka baru, pada kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero).

Mereka adalah Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya (MK), dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne (EC).

Harli mengatakan, keduanya terbukti berperan dalam melakukan tindak pidana korupsi bersama tujuh orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka sebelumnya.

“Tersangka MK dan Tersangka EC atas persetujuan Tersangka RS (Riva Siahaan) melakukan pembelian RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92, sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi tidak sesuai dengan kualitas barang,” katanya.

Sebelumnya, Pada Senin (24/2/2024), penyidik telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus ini, yaitu Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan Yoki Firnandi (YF) selaku PT Pertamina International Shipping.

Tersangka lainnya, yakni Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Tersangka RS, SDS, dan AP diduga memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang dalam mekanisme yang melanggar hukum.

DW dan GRJ berkomunikasi dengan AP untuk menetapkan harga tinggi (spot price) saat persyaratan belum terpenuhi, lalu mendapat persetujuan dari SDS untuk impor produk kilang.

Selain itu, RS diduga membeli Pertamax (RON 92), padahal yang sebenarnya diimpor adalah Pertalite (RON 90) atau lebih rendah. Pertalite ini kemudian di-blending di storage/depo untuk dijual sebagai RON 92, padahal praktik tersebut dilarang.

Sementara itu, YF selaku Dirut Pertamina International Shipping diduga melakukan mark up kontrak pengiriman minyak, menyebabkan negara harus membayar fee tambahan 13-15 persen secara ilegal. Keuntungan dari praktik ini diduga mengalir ke tersangka MKAR.

Mereka disangkakan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1KUHP.

Kasus ini pun rupanya turut menjadi sorotan langsung Presiden Prabowo Subianto.

“Lagi diurus itu semua, ya. Lagi diurus semua,” kata Prabowo.

Prabowo menegaskan bahwa dirinya akan membersihkan para koruptor dan menegakkan kepentingan rakyat.

“Kami akan bersihkan, kami akan tegakkan. Kami akan membela kepentingan rakyat,” tegasnya.

Di sisi lain, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, segera melakukan review total anak usaha PT Pertamina (Persero).

Erick berkomitmen akan melakukan perbaikan secara menyeluruh imbas adanya korupsi di anak usaha Pertamina hingga menyebabkan potensi kerugian negara hampir Rp1.000 triliun itu.

“Di Pertamina sendiri tentu kita review total, seperti apa nanti perbaikan – perbaikan yang kita lakukan kedepannya,” lanjutnya.

Erick mengatakan, potensi penggabungan anak usaha ini tujuannya memangkas rantai penjualan BBM dari kilang atau impor sampai di SPBU. Sehingga kedepan memungkinkan jika proses produksi atau pengadaan bbm dan penjualan di bawah satu anak usaha.

“Kita manakan mana yang bisa kita efisienkan, ini ada holding, ada sub- holding. Seperti apa kita review, apakah ini mungkin ada satu dua perusahaan yang harus di mergerkan. Supaya nanti antara Kilang dan Patra Niaga tidak ada exchange penjualan,” katanya.

Seperti diketahui, proses bisnis penjualan BBM di PT Pertamina melibatkan banyak anak usahanya. Mulai dari pengadaan minyak mentah, pengolahan minyak, hingga penjualan BBM di SPBU, masing-masing dilakukan oleh anak usaha yang berbeda.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Read More

Prabowo Bentuk Koperasi Desa Merah Putih di 70 Ribu Desa, Anggarannya dari Dana Desa

4 March 2025 - 04:15 WIB

Foto: Dok. Istimewa Setneg RI

PHK Massal Melanda, Apindo: Indonesia Sedang Tidak Baik-Baik Saja

4 March 2025 - 04:13 WIB

Pemicu tutupnya pabrik-pabrik ini akibat berbagai tantangan ekonomi, mulai dari penurunan permintaan pasar hingga meningkatnya biaya produksi. (Foto: ANTARA FOTO /MOHAMMAD AYUDHA)

Banjir Rendam Perumahan di Bekasi, Ketinggian Air Capai 4 Meter

4 March 2025 - 04:05 WIB

Banjir di Perumahan Vila Nusa Indah dan Kompleks Duta Indah Bekasi, setinggi ring basket. (Istimewa).

Ketinggian Banjir Luapan Ciliwung di Jaksel dan Jaktim Berangsur Surut

4 March 2025 - 04:01 WIB

Foto: Banjir di Jakarta. (dok BPBD Jakarta)

Pemprov Jakarta Akan Terapkan Work From Anywhere H-7 Jelang Libur Lebaran untuk Kurangi Kemacetan Mudik

3 March 2025 - 11:46 WIB

Foto : Ist
Trending on Headline